Sabtu, 14 September 2013

Terror Horror di Russia


Kawasan Kremlin
“Mafia Russia terkenal rasis, suka mengancam, bahkan tidak segan-segan membunuh orang yang tidak disukai di tempat umum”, kisah seorang teman yang telah tinggal di Moscow, saat saya dan beberapa teman dari Jakarta baru sampai di kota tersebut, “namun yang lebih mengerikan dan paling tidak manusiawi adalah, mereka, lebih suka membuat korbannya cacat seumur hidup”, lanjutnya.
Mendadak bulu kuduk saya merinding. Membayangkan apa yang akan terjadi pada kami jika sampai berurusan dengan mereka. Melempar pandangan ke jalanan di sekitaran jembatan tak jauh dari Gorky Park, dan menemukan banyaknya botol Vodka berserakan serta udara yang menyentuh 15°cc, menambah aroma mengerikan tempat yang sejatinya indah tersebut. Alhasil, saya dan teman-teman lain, memilih untuk segera kembali ke Hostel.
Cerita tentang kriminalitas yang mengerikan di Moscow nyatanya belum berakhir juga. Saat sampai di Hostel, sesaat setelah saya mandi dan menunaikan sholat Isya, beberapa teman dari China yang kebetulan tinggal di tempat yang sama, bercerita bahwa sebelum kembali ke Hostel, mereka bertemu dengan mafia Russia yang terlihat tengah menodong seorang turis di sebuah taman kota, seakan menguatkan cerita teman saya sebelumnya dan membuat saya semakin tertarik untuk meninggalkan Moscow sesegera mungkin.
salah satu taman di Moscow

Esoknya, menjelang siang, saya dan beberapa teman memutuskan untuk pergi ke Izmailovsky Market, sebuah pasar tradisional yang menjual beragam souvenir khas Russia seperti Matryoshka, gantungan kunci, barang-barang militer sisa perang dingin dengan harga miring, untuk dibawa ke Indonesia. Cuaca yang cerah dengan udara yang berkisar 30°cc, cukup mengurangi aroma horror di Moscow. Namun sayang, suasana tersebut juga tidak berlangsung lama.
Selama dua jam menjelajah pasar tersebut, mata saya tergoda oleh sebuah tas antik peninggalan militer Russia. Melihat modelnya yang bagus serta tagline 1941 sebagai tanda tahun produksi barang, membuat saya langsung jatuh hati dan tanpa banyak congcong, langsung saya beli dan saya pakai saat itu juga, hingga tak terasa, jam sudah menunjukkan angka 14.00, lalu saya memutuskan untuk makan siang di sebuah Food Stall yang masih satu komplek dengan Izmailovsky, dan memilih ayam bakar yang aromanya tercium kemana-mana serta roti khas Russia yang entah apa namanya, saya tidak banyak tanya karena terlalu sibuk dengan tas baru saya. 
Salah Satu Sudut Kremlin

Saat makan sambil lalu mengecek tas kesayangan tersebut, tiba-tiba seorang nenek berumur sekitar 80 tahunan, berkostum khas orang Russia jaman dulu, datang kepada saya dan berucap beberapa patah kata sembari tersenyum. Kontan saya dan teman-teman saya yang lain hanya saling pandang satu sama lain karena tidak mengerti bahasa Russia.
Melihat kami yang kebingungan, teman saya yang sudah dua tahun tinggal di Moscow itu akhirnya menjelaskan pada kami, bahwa memandangi saya, nenek tersebut jadi teringat pada salah satu tentara Russia yang telah meninggal empat puluh tahun lalu, yang meninggal karena dibunuh. Saya dan teman-teman lain saling adu pandang, sebelum akhirnya pandangan kami tertuju pada tas yang baru saja saya beli.
St. Basil

Pikiran liar saya jadi tidak terkontrol. Jangan-jangan, pemilik orang tas yang saya pakai itu adalah tentara yang mati dibunuh itu. jangan-jangan arwahnya masih gentayangan. Jangan-jangan, apa yang dilihat nenek tadi, adalah jelmaan dari arwah tentara malang tersebut. Jangan-jangan tas tersebut ada penunggunya. Dan prasangka-prasangka tersebut semakin membuat kami ketakutan bahkan masuk pada kategori paranoid saat kami semua mendapati kondisi tubuh saya yang sangat Asian dan jelas-jelas berbeda dengan orang Russia kebanyakan yang European. Dan jadilah penjelajahan kami di Moscow di pertengahan tahun 2012 itu, syarat dengan kisah horror dan terror. Berkunjung ke St. Basil serta Kremlin yang menjadi menu wajib, tak mampu mencairkan suasana  hati saya.
Namun semua kisah horror dan terror tersebut akhirnya terbayar saat kami memilih untuk mengunjungi kota St. Petersburgh yang sangat cantik, syarat bangunan kuno dengan arsitektur eropa klasik seperti Petropalovskaya Castel di pulau Zayachi yang dibangun sejak tahun 1703, Blue Mosque yang terletak tidak jauh dari pulau Zayachi, beragam museum seperti Hermitage yang super besar dan super lengkap yang tidak akan selesai dijelajahi hanya sehari serta gereja-gereja yang lebih dari sekedar Indah, seperti Gereja Savior. 
Savior

Gereja Savior sendiri merupakan salah satu gereja bersejarah yang telah dibangung sejak tahun 1881 oleh N. Benois dan A. Parland, dan berdiri megah tepat di samping kanal cantik yang membelah salah satu sudut kota St. Petersburgh. Ornament dinding yang dipenuhi dengan bulatan-bulatan yang nampak seperti kelereng besar, serta interior bangunan yang syarat warna, membuat saya tidak henti-hentinya berdecak kagum. “Cocok sekali untuk tempat bulan madu!”, seru saya dalam hati.
Blue Mosque

St. Petersburgh

Hari-hari berikutnya saya habiskan di sebuah perkampungan kecil di bagian kota Tver, tepatnya di sekitaran danau Seliger karena program Summer Camp yang saya ikuti dihelat di sana. Di desa tersebut, lagi-lagi saya harus berdecak kagum, bukan pada bangunannya, melainkan pada masyarakatnya yang, subhanallah, ramahnya kebangetan, bahkan mungkin lebih ramah ketimbang masyarakat di desa-desa di Indonesia yang pernah saya kunjungi.
Keramahan mereka semakin terasa saat suatu sore, saya dan dua teman saya berkunjung ke sebuah pasar tradisional, dan bertemu dengan masyarakat lokal. Meski tidak ada satupun dari mereka yang mampu berbahasa Inggris, namun sikap hangat yang mereka tunjukkan serta senyum tulus yang disunggingkan, cukup menggambarkan betapa masyarakat di desa tersebut sangat terbuka dan ramah pada pendatang seperti saya. sempat beberapakali saya diajak berfoto, baik oleh pengunjung, maupun penjual buah Cherry yang tengah duduk manis di lapaknya, dan sebagai gantinya, kami diberi Cherry segar dengan gratis.
Dan sejak saat itu, kesan horror berubah menjadi kesan homey, sementara terror, tetap terasa hingga sekarang, namun dalam konteks yang berbeda, yakni terror untuk pergi kesana lagi dan lagi. Dan tentu saja, suatu hari nanti, saya akan pergi kesana lagi. Insyaallah

Selasa, 03 September 2013

Mudik ke Madura, Transitnya Kemana-mana


Sebagai mahasiswa, memenuhi hasrat traveling, memang tidaklah mudah, tugas kampus yang menumpuk, seabrek kegiatan di organisasi serta yang paling krusial adalah urusan keuangan, adalah salah tiga hal penghambatnya. Jangankan ke luar negeri, berwisata ke kota-kota di Indonesiapun, mesti saya pikirkan matang-matang. Kecuali gratis, maka kemanapun dan kapanpun, akan saya jabanin, bahkan meski dalam keadaan puasa sekalipun. hehehe
Awal Agustus tahun 2012 itu, sudah memasuki hari kesepuluh bulan puasa, saat saya memutuskan untuk mudik. Sengaja saya memilih mudik lebih awal, karena disamping tidak ada lagi program di kampus dan organisasi, saya juga masih ingin jalan-jalan terlebih dahulu sebelum sampai di Madura. Dan dari sinilah petualangan itu bermula.
Usai mengepak semua barang yang akan saya bawa, akhirnya saya berangkat juga ke bandara dengan angkot dari Ciputat ke Blok M, lalu dilanjutkan dengan Bus Damri Blok M-Seokarno Hatta. Meski flight saya masih jam 20.40 malam, namun sengaja saya berangkat lebih awal, karena disamping takut kemacetan di Jakarta menggila, saya juga memburu tempat duduk yang nyaman, baik untuk berbuka puasa maupun saat di pesawat nanti.
Jam 17.00, saya baru sampai di Soetta dan langsung bergegas ke sebuah tempat makan di terminal 2, dan memesan makanan asli Indonesia untuk berbuka puasa. Kelar berbuka puasa, saya sempatkan dulu untuk sholat maghrib, sebelum akhirnya bergegas pergi ke check in counter Singapore Airlines (loh?) yang alhamdulillah sesuai dengan kursi yang saya inginkan, serta dilanjutkan ke konter imigrasi (loh loh??).
Saat pengumuman boarding untuk penerbangan SQ 967 didengungkan, bergegas saya pergi ke petugas di pintu masuk untuk boarding, berbaris dengan para penumpang lainnya yang kebanyakan bule itu, lalu disambutlah saya dengan senyum SQ Girls yang manis dan kinyis-kinyis itu sembari berujar “Welcome sir!”, melting saya! Untungnya tidak dalam keadaan berpuasa XD. Tidak berapa lama saya duduk, saat pesawat mulai pushback, SQ Girls datang lagi ke saya. Saya pikir mau ngapain, ternyata mau ngasih handuk basah hangat. Hmh, langsung deh saya usapkan kemuka, dan, viola… segarnya! Pesawatpun mulai masuk runway dan… take off. Dan sesuatu sekali, karena selama dalam perjalanan, tidak ada turbulensi sama sekali, serta makanan yang disajikan sesuai dengan selera saya yang biasanya hanya makan di warteg ini. :p
Setelah menempuh perjalanan tidak kurang dari 1.30 menit, sampai juga saya di Changi. Awalnya saya masih ingin explore dulu bandara favorit saya tersebut, namun karena waktu tidak memungkinkan, maka urung saya lakukan, dan memilih segera mencari gate untuk connecting flight saya, yakni EK 355 (loh loh loh!). lalu boardinglah saya. Karena penerbangan saat itu tengah malam, jadi, dalam perjalanan, saya lebih banyak istirahatnya, yah kecuali saat makan saja. Hehe…
Selama kurang lebih tujuh jam mengudara, lalu pesawat saya rasakan mulai descent, pertanda pesawat sudah mendekati bandara Dubai, terus turun dan turun hingga akhirnya benar-benar touch down. Dan sayapun lagi-lagi bergegas mencari connecting flight (loh loh loh loh loh!!!) dengan kode EK 191. Sesampainya di gate yang memang sudah ditentukan, saya memilih untuk rebahan di lantai. Kursi-kursi yang tersedia sudah terisi semua oleh orang-orang yang berbeda warna kulit. Ada merah, kuning, hijau (lah, ini warna balon?) eh enggak dink, maksud saya dari berbagai etnis dan kebangsaan.
Memasuki jam 08.00 pagi, akhirnya boarding untuk penerbangan EK191 didengungkan, dan lagi-lagi bergegas saya masuk. Tapi ternyata tidak dibolehin sama petugasnya. Setelah saya tanya, ternyata saya di kelas ekonomi, dan masuknya belakangan katanya. Oalaaahhh, saya pikir sama aja masuknya! Hihihi…
Saat di pesawat, saya memilih untuk tidak banyak istirahat, sekedar mencoba menyesuaikan diri dengan tempat yang akan saya kunjungi, agar tidak kena jetlag. Tiba gilirannya makanan datang, saya jadi galau, mau lanjut puasa, atau memilih membatalkan puasa! Namun setelah melakukan kontemplasi dan merefresh ilmu fiqh yang saya pelajari di pesantren beberapa tahun lalu, akhirnya saya putuskan untuk membatalkan puasa. L . sedih sih, tapi setelah melahap habis semua makanan yang disediakan, saya gak sedih lagi. Nah, agar pembatalan puasa itu tidak sia-sia, maka hampir tiap ada flight attendant melewati saya, udah pasti saya minta Apple Juice. Hohoho
Selama delapan jam tiga puluh menit mengudara, akhirnya pesawat itu mulai descent, pertanda pesawat akan segera sampai, serta dilanjutkan dengan pengumuman dari kapten yang kurang lebih kontentnya begini, “Hey ncang, ncing, nyak babeh, udah hampir nyampe nih, pasang ye sabuk pengamannye!” dan sampailah saya di Lisbon Portela Airport, yup, welcome to Portugal! ^_^.

my suitcase

Usai melewati imigrasi, saya langsung mencari tempat pengambilan bagasi. Tidak lama menunggu, suitcase sudah di tangan, dan bergegaslah saya mencari pihak ‘berwenang’ yang sudah menuggu di dekat lobby bandara. Sampai di lobby yang sudah ditentukan, saya dapati kerumunan massa yang nampak colorful karena datang dari berbagai etnis yang berbeda. Usai “hai hai hai” dan cipika-cipiki, akhirnya rombongan kecil itu mulai beranjak keluar bandara, menuju bis yang terletak di parking lot, untuk melanjutkan ke tujuan yang sebenarnya, Coimbra City. J
Kesan pertama saat menginjakkan kaki di negara asal Cristiano Ronaldo ini adalah suasana perpaduan timur tengah dengan eropa setelah mendapati banyaknya pepohonan yang mirip pohon kurma (apa memang pohon kurma?) serta Madura. Apah? Madura? Yup! entahlah, mungkin karena tekstur tanahnya yang rada gersang serta landscape tanahnya, mengingatkan saya sama desa Batu Marmar di Madura (are you insane?). Terlebih saat dalam perjalanan dari Lisbon ke Coimbra itu, saya memilih tetap terjaga dan memandangi pemandangan sekitar yang saaaaaangat Madura (*slap!).
Coimbra, School Inside of Transit
Kota Coimbra merupakan sebuah kota yang terletak di tengah Portugal, dan butuh sekitar 3-4 jam perjalanan dari Lisbon melalui jalan darat. Disamping dikenal dengan kota yang pernah menjadi ibu kota selama masa pertengahan, kota ini juga dikenal dengan sebutan kota pelajar, sebab di kota kecil yang berpenduduk hanya berkisar 100 ribuan ini, ada banyak perguruan tinggi seperti Instituto Politécnico de Coimbra, Escola Superior de Enfermagem de Coimbra serta Universidade de Coimbra (UC) yang termasuk salah satu universitas tertua di Portugal, bahkan eropa (wikipedia).
Universidade de Coimbra

Berjubah
Selama di Coimbra, kebanyakan kegiatan saya berkutat di sekataran UC, sebab program Summer School yang saya ikuti memang dihelat di universitas tersebut. Pagi berangkat dari Dorm yang letaknya sekitar satu kilo dari kampus, dan malamnya kembali lagi ke Dorm, sahingga saya berpikir, Coimbra hanya kota kecil yang tidak jauh berbeda dengan Sumenep (Please wake me up!). Selain arsitektur bangunan yang tipikal Europe, khususnya UC sendiri yang sangat tua, serta pakaian khas yang biasa digunakan para mahasiswa berupa jubah besar hitam, yang kemudian mengingatkan saya pada sekolah sihir Hogwarts di film Harry Potter (is that a thing?), maka tidak ada lagi yang istimewa, hingga pada suatu ketika, empat teman saya dari Brunei, Egypt, Palestine dan Rumania, mengajak saya bolos kelas (I know I’m not a good student! -_-), dan memilih jalan-jalan ke belakang kampus. Guess what! I got this!
Mondego River

Salah stu sudut Coimbra
Yess, Coimbra isn’t small town! Dan yang paling penting, kota ini bukan hanya sekedar cantik, tapi cantiiiiiikkkk sekali! Mondego River yang membelah kota, tekstur tanah berbukit sehingga memungkinkan pengunjung melihat indahnya arsitektur bangunan yang menjumput di atasanya, serta toko-toko khas eropa berikut trotoar café-nya, adalah salah empat hal yang akan membuat pengunjung “sakau” kamera dan bawaannya pengen memfoto—bagi photograddict—serta difoto—bagi yang narsis—,terlebih jika datang pas sore hari, béééhhh, ndak semaput masih untung! (I’m kidding)
Lisbon, Trip Inside of Transit
Salah satu kegiatan yang sudah diprogramkan oleh panitia Summer School adalah trip ke Lisbon. Di ibu kota ini kami mengunjungi beberapa site menarik dan sangat penting dalam meningkatkan pemahaman lintas kultural seperti Gulbenkian Museum, sebuah museum yang dibangun oleh keluarga Gulbenikan asal Turki, the Ismaili Center, Gereja Cathedral, Synagogue serta tentu saja Masjid.
Dan untuk menghindari ihwal SARA di comment box, maka saya share foto-fotonya saja ya. As we know, orang Indonesia gampang terprovokasi J . Mungkin dengan melihat apa yang kami lakukan selama di Portugal, para pembaca bisa lebih memahami, bahwa ini bukan tentang mempengaruhi maupun dipengaruhi, melainkan mencoba untuk berpikir terbuka, berbagi sudut pandang dalam rangka mencapai kehidupan yang lebih harmonis dan damai. #PeaceUp 
Cathedral

Gulbenkian

Lisbon Synagogue

Masjid di Lisbon

Down Town Lisbon

Foto bersama usai kegiatan


Finally I Go Home
Kegiatan selesai, semua peserta akhirnya pulang ke negaranya masing-masing, termasuk saya yang merupakan satu-satunya orang dari Indonesia, dengan rute kepulangan LIS-DXB-SIN-CGK. Ada yang cerita menarik saat saya transit di Singapore. Karena delay saat transit di Dubai, akhirnya saya telat juga sesampainya di Singapore.
Memasuki disembark, saya bergegas ke keluar, mencoba menerobos jubelan penumpang lainnya, untuk mengejar flight SQ968 ke Jakarta, hingga kemudian saya mendapati seorang pria tengah berdiri tepat di depan pintu keluar garbarata sembari mengacungkan papan kecil berukuran A4 ber-tagline “Mr. Hafiz Al Asad” dengan paniknya. Hey, itu kan nama saya! Seru saya dalam hati. Untuk beberapa saat lamanya saya berasa seperti artis, yang ditunggu penggemar. Iya, merasa seperti artis, sebelum akhirnya bapak itu menginformasikan bahwa saya mesti buru-buru pindah gate jika tidak mau ketinggalan pesawat. Panik jugalah saya akhirnya.
“Gimana kalau ketinggalan? Gimana kalau enggak bisa pulang? Gimana kalau enggak bisa lebaran di rumah? Bagaimana kalau kehabisan duit? Bagaimana kalau nasib Tom Hanks di film Terminal menimpaku?” Setidaknya pertanyaan-pertanyaan itu yang menggulung di pikiran saya saat itu. terlebih saat melihat dompet yang hanya bersisa 50 serta uang IDR 50.000 untuk ongkos dari Jakarta ke Madura (what???).
Segera lah kami berdua keluar, mencari gate untuk flight berikutnya ke Jakarta. Namun ditengah kepanikan saya tersebut, jauh di dalam hati, saya bersorak ria, sebab untuk pertamakalinya, saya naik Golf Car (*Kotrok tingkat 7 -_-).
Tak lama berselang, akhirnya kami sampai di depan pusat informasi Singapore Airlines. Bapak yang mengendarai Golf Car tadi segera beringsut pergi ke pusat informasi, meninggalkan saya sendirian di Golf Car tersebut. Untuk beberapa saat lamanya mereka nampak tengah berbincang, lalu si bapak datang ke saya lagi dengan muka kuyu, menginformasikan bahwa saya masih bisa naik pesawat SQ968 malam itu juga, namun suitcase saya baru bisa dikirim ke Jakarta esok paginya.
What! Are joking?” seru saya ke bapak tadi, “I won’t fly to Jakarta without my suitcase!”, tambah saya. Tak lama bernegosiasi, akhirnya sampai pada satu kesepakatan; saya bisa mendapatkan penerbangan lanjutan ke Jakarta bersamaan dengan suitcase saya, namun flightnya diganti keesokan harinya. Dan sayapun mengiyakan. Andai saya memaksakan untuk ikut flight malam itu juga, saya tidak bisa membayangkan harus bermalam di CGK yang banyak kecoaknya, hanya untuk menunggu barang saya tersebut. Lebih baik di Changi kemana-mana, bersih, free wifi, kursi pijat serta yang paling penting, bisa spotting (*dasar Avgeek yah? ^_^), dan asli, semalaman saya tidak tidur, memilih jalan-jalan di bandara tersebut, sembari bernostalgia ke setahun silam saat saya hendak ke USA.
Esok paginya saya sampai di CGK, langsung mencari Bus ke Gelora Bung Karno, dan bergegas mencari teman-teman saya yang juga akan ikut program Mudik Gratis Bareng, yang difasilitasi salah satu partai. Istilahnya mah, apapun partainya, yang penting bisnya gratis! Dan berangkatlah saya pada hari itu juga ke Madura dan baru bisa berkumpul dengan keluarga keesokan harinya.
Catatan tentang Transit
Beberapa catatan penting yang membuat perjalanan tersebut sangat berkesan antara lain, untuk pertamakalinya saya menunaikan ibadah puasa di negeri orang, belajar bersama dengan pemuda dari seluruh dunia di lembaga Katholik, menemui saudara-saudara seiman di negeri Katholik, mendapati sahabat dekat saya yang berbangsa yahudi dari Israel menggunakan Jilbab di Masjid, serta mendapati sahabat-sahabat saya yang atheis menggunakan Kipa di Synagogue. Sungguh, perjalanan tersebut memiliki kesan tersendiri yang sangat mendalam bagi saya pribadi, khususnya dalam ihwal spiritualitas.

Jumat, 07 Juni 2013

Jelajah Empat Negara di Negeri Sendiri dalam Sehari, Yuk!

Menjelajahi dataran China yang luas, mengunjungi negeri Belanda yang cantik, menapaki trotoar sebuah kota kecil di daerah Skotlandia yang syarat dengan arsitekur gothic, serta menikmati khidmatnya perjalanan rohani di Masjidil Haram yang religious, mungkin termasuk sekelumit impian terbesar banyak orang, hanya saja biaya yang mahal serta persyaratan keimigrasian yang rigid, tak jarang membuat proses persiapan wisata justru menjelma layaknya memperjuangkan kemerdekaan NKRI. Lebih buruk lagi, semua persiapan tersebut justru kadang berakhir dengan mimpi buruk saat permohonan VISA ditolak. Jadi ngeri kan buat berwisata keluar negeri?
Old Style of Madura Map

Namun jika hasrat tersebut masih terus menggugu di jiwa anda, serta menggebu-gebu anda untuk kesana, merasakan bagaimana sensasi sebenarnya menjelajahi empat Negara tersebut, maka mungkin, Sumenep adalah tempat yang anda cari.
Sumenep merupakan sebuah kabupaten di ujung utara pulau Madura. Ada banyak pilihan moda transportasi untuk menuju Sumenep. Pertama Bis dari terminal Purabaya di kota Surabaya. Tarifnya berkisar antara 30.000 – 50.000, tergantung jenis Bis yang anda gunakan, AC/non-AC. Terdapat juga direct route dari beberapa kota lainnya seperti Jember, Situbondo dan Malang di Jawa Timur, Jogjakarta bahkan Jakarta. Terakhir kapal dari pelabuhan Jangkar di Situbondo di pulau jawa ke pelabuhan Kalianget di sisi timur kabupaten Sumenep. Bandara Trunojoyo yang terletak di samping kota tengah dikembangkan oleh pemerintah kabupaten untuk menunjang pembangunan daerah.
Lalu bagaimana cara menjelajahi keempat Negara yang telah disinggung diatas? Let’s start the journey with:
-          Holland
Mengawali perjalanan anda di kota “Empat Negara” ini, tak ada salahnya jika anda memulai dengan berkunjung ke Pelabuhan Kalianget saat menjelang fajar. Menikmati sunrise di tepian dermaga, sembari mendengarkan alunan suara adzan shubuh berkumandang, lalu perlahan disusul dengan kesibukan warga di pagi hari di sekitaran pantai, tentu cukup menenangkan jiwa bukan? Udara pagi yang masih sejuk dan segar adalah salah dua bonus untuk anda yang tentunya sangat baik untuk kesehatan.

Kalianget Old Town
 Sejalan dengan matahari yang semakin mengangkasa di pagi itu, anda bisa berjalan santai ke arah barat. Tidak jauh dari lokasi dermaga, akan anda temukan Kota Tua, sebuah komplek bangunan-bangunan cantik masa kolonial yang hingga kini terawat cukup baik dan tanpa anda sadari, mampu membawa anda terlempar ke masa kolonial belanda.
Jika masih kurang sensi menjelajah Holland­-nya, maka baik sekali jika anda berkunjung juga ke Benteng Vereenigde Oostindische Compagnie yang terletak di desa Kalimo’ok, dimana masyarakat sekitar juga menyebutnya dengan istilah “Loji Kanthang" atau "Jikanthang". Lokasi benteng yang dibangung diatas luas tanah 15.000 m2 pada tahun 1785 ini berada sekitar 4 kilometer dari lokasi dermaga.
Setelah puas mengitari kawasan “Holland” tersebut, tidak ada salahnya jika anda mencoba Rujak Madura yang banyak tersebar di kanan kiri jalan. Ini disamping berguna untuk mempersiapkan tenaga untuk mengeksplorasi “Negara” lainnya, hal ini juga berfungsi untuk menyadarkan anda, bahwa anda masih di Indonesia, Sumenep tepatnya. Bagaimana dengan rasanya? Tidak usah khawatir, dijamin maknyus, kenyang dan halal pastinya J
-          The United Kingdom
Menjelang siang, enak juga kali yah jika singgah dulu di Kerajaan Inggris, apalagi atmosphere masa pra zaman industrialisasi seperti di film Pirates of Carribean dapat kita rasakan juga. Untuk berkunjung ke Inggris maka aksesnya sangat mudah, sebab lokasinya juga berada di pusat kota. Namun sebelum menjelajah ke Kerajaan Inggris, saya ingin bercerita sejenak.
Logo Kabupaten Sumenep yang Lama
Al Kisah, pada tahun 1811, Inggris dibawah Thomas Stamford Bingley Raffles datang ke kota Semarang untuk merebutnya dari Belanda yang ppada saat itu berada di bawah Gouverneur Generaal J. W. Jansen. Keraton Sumenep yang pada saat itu dipegang oleh Pangeran Notonegoro alias Sri Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I, langsung bertolak ke Semarang untuk membantu dalam menumpas pasukan Belanda dengan membawa 1000 prajurit dari keraton hingga kemudian memaksa Belanda mengaku kalah. Dan sejak saat itu, hubungan Keraton Sumenep dengan Inggris menjadi harmonis.
Harmonisme hubungan keduanya ini yang bisa mengantarkan kita ke atmosphere menjelejahi kota di film Pirates of Carribean yang dibintangi oleh Johnny Deep, Geoffrey RUsh dan Orlando Bloom dengan cara mengunjungi museum kota Sumepe yang berada tepat di jantung kota. Di sana anda akan menemukan Andong khas Kerajaan Inggris yang dapat dikatakan masih terawat dengan baik. Sekedar informasi saja, logo kabupaten Sumenep yang menggunakan gambar Pegasus alias Kuda Terbang, menurut penjaga museum terinspirasi dari kerajaan Inggris, loh!
China
Menapaki sore hari, tak ada salahnya jika anda beranjak dari Museum lalu kemudian berjalan santai menikmati suasana jantung kota Sumenep dimana banyak jajanan murah meriah tersebar di hampir semua sisi pusat kota. Sembari menikmati makanan, anda juga bisa berjalan santai mengitari alun-alun kota Sumenep yang cukup luas sembari memandangi arsitektur cantik nan artistik yang terukir indah di pintu utama Masjid Agung Sumenep yang lokasinya berada tepat di sisi barat alun-alun.
Chinese Style
Pintu gerbang masjid jamik yang telah berdiri pada tahun 1787 ini dibangun oleh Lauw Piango yang memang berasal dari Tiongkok, arsitek yang sama yang membangun keraton sumenep dimana kesemuanya, hingga saat ini masih terawat dengan sangat baik. “Oh, Hafiz, I just feel like I’m in my own home, you know!”, seru sahabat saya yang berasal dari China, Liu Xu, saat awal 2013 ini dia bermain ke Madura.
-          Saudi Arabia
Saat mentari sudah tenggelam di ufuk barat, maka kini saatnya anda harus bertolak ke Arab Saudi yang syarat nilai religious. Datanglah ke masjid Jamik, sholat dan bertaqorrub pada Alloh. Bagi anda yang beragama non-muslim, maka tidak ada salahnya anda melihat-lihat arsitektur bangunan masjid kuno yang mengkombinasikan arsitektur Madura, Jawa bahkan Eropa sekaligus.
Salah satu sudut Asta Tinggi
Lalu, kenapa saya sebut menjelajah Arab Saudi? Sebab di Sumenep, saat menjelang Maghrib, pusat kota tidak akan begitu ramai. Notabene masyarakat berbondong-bondong ke masjid untuk melakukan Ibadah sama seperti kultur masyarakat di sekitaran Makkah Al Mukarromah. Untuk menambah atmosphere arabiannya, maka, setelah berkunjung ke Masjid, silahkan anda melihat-lihat toko-toko di sekitaran yang tak jarang menjual aneka ragam barang bernuansa arab/islami.
Masih kurang? Jika jawabannya “iya”, maka luangkan waktu anda sejenak untuk bertandang ke Asta Tinggi yang lokasinya berada di sebelah barat daya kota. Anggap saja anda tengah mendaki Jabal Rahmah atau Jabal Noor sembari sambil lalu memandangi kota sumenep dari puncaknya.

Bagaimana? Sudah siap menjelajah empat Negara di negeri sendiri? Kabar baik lainnya adalah, anda tidak harus berjuang sekuat tenaga untuk menjelajahi empat Negara ini, transportasi mudah didapat, hotelpun bertebaran dengan harga layaknya obralan kacang rebus namun dengan kualitas yang cukup lumayan, serta tentu the outstanding Suramadu, akan memanjakan anda. Lalu apalagi yang anda tunggu? Yuk kunjungi Sumenep! J

*Tulisan ini diikut sertakan dalam lomba Jelajah Bumi Papua yang diadakan oleh PT. Adira (http://www.jelajahbumipapua.com/home.php?link=content-detail-tulis&kode=480&jdl=Jelajah.Empat.Negara.di.Negeri.Sendiri.dalam.Sehari..Yuk!)

Kamis, 30 Mei 2013

Ayolah, Madura Tuh Bukan Hanya Suramadu

Madura, mendengar namanya, pasti yang akan terbetik dalam benak setiap orang adalah; suhu udaranya yang panas, tanahnya yang gersang dan tentu saja jembatan gagah Suramadu yang menghubungkan antara Surabaya dan Madura, selebihnya? Tidak ada! Tidak ada tempat menarik untuk didatangi, makanannya juga biasa-biasa saja bahkan tidak ada yang mampu mengundang selera, palingan Sate yang sudah dapat dengan mudah ditemukan di daerah-daerah lainnya. Tapi apa benar demikian?
Sebagai orang Madura asli yang sejak kecil tinggal dan besar di Sumenep, kota kecil yang disebut-sebut sebagai Solo-nya Madura karena keramahan sikap dan kehalusan tutur kata masyarakatnya tentu saya akan katakan tidak setuju dengan anggapan tersebut. Karena sejatinya Madura, khususnya kabupaten Sumenep menyimpan beragam hal unik dan menarik serta tentu saja berbeda dengan kota-kota lainnya di Indonesia, entah wisata kuliner, budaya maupun alamnya. Hanya saja keunikan tersebut belum banyak diketahui oleh masyarakat luas. Kalaupun tau, itupun hanya sebatas informasi dari mulut kemulut, maka menjadi hal wajar jika kemudian masyarakat luar hanya mengenal Madura dengan Suramadu dan Kerapan Sapinya.
Karenanya di tulisan ini, saya buat untuk memberikan pandangan dan pengetahuan berbeda dari kebanyakan informasi lain yang sudah terlanjur biasa saja. Yuk kita telusuri satu persatu!
1. Wisata Alam.
Pantai Salopeng dan pantai Lombang merupakan salah dua pantai yang paling banyak dikenal masyarakat melalui pepohonan kelapa yang banyak menjejal rapih di pesisir pantai Salopeng maupun putihnya pasir yang menghampar luas dan pohon cemara di pesisir pantai Lombang, karena dua pantai ini memang sering diliput oleh beberapa media, baik cetak maupun elektronik, lokal maupun elektronik.
Namun, tahukah anda bahwa di kabupaten Sumenep masih memiliki keistimewaan lain yang jauh lebih menarik daripada kedua pantai tersebut? Jika belum, maka ada baiknya anda datang ke Sumenep lagi dan sempatkan untuk bertandang ke pulau Gili Balak yang terletak tak jauh dari pelabuhan Kalianget, salah satu kecamatan terbesar di Sumenep yang menjadi pusat pelabuhan terbesar di utara Madura yang menghubungkan dengan berbagai pulau kecil di kabupaten Sumenep bahkan Jawa sekalipun, untuk merasakan nikmatnya ber-snorkling dengan suguhan ragam biota laut dan warna-warni terumbu karang yang sebagian besar masih “perawan” serta terjaga dengan baik karena di samping proses memancing mereka masih menggunakan cara yang manual, jumlah masyarakat di pulau Gilibalak masih dapat dihitung dengan jari.
Bisa dibayangkan bukan nikmatnya snorkling tanpa banyak yang mengganggu? Untuk menikmati wisata yang satu ini, anda cukup melakukan perjalanan air selama 1,5 jam dari pelabuhan Kalianget ke pulau Gili Balak.
2. Ziarah dan Sejarah.
Seperti kebanyakan kota-kota lain di Indonesia, khususnya Jawa, Madura juga memiliki wisata ziarah ke pasarean (makam) yang tidak kalah menarik. Begitupun catatan sejarahnya.
- Dari Pasarean ke Pasarean.
Bagi yang gemar melakukan wisata ziarah, tidak ada salahnya anda datang ke pasarean-pasarean di Sumenep. Diantaranya adalah Makam Syaid Yusuf yang terletak di pulau Talango, maupun Asta Tinggi yang berada tepat di bukit sebelah barat kota Sumenep.
Untuk sampai ke pasarean Sayid Yusuf, anda hanya cukup menyebrang selama kurang lebih 15 menit dari pelabuhan Kalianget ke pulau Talango dengan ongkos kisaran Rp. 1.300 perorang, dan tentu saja jaminan tanpa macet maupun antre.
Sementara untuk ke Asta Tinggi, tempat pasarean Raja-raja ini anda cukup ke kota Sumenep, dan hanya dalam hitungan detik anda sudah bisa sampai ke tempat tersebut, karena posisinya yang terletak tepat di kota Sumenep. Disamping melakukan wisata ziarah, pengunjung dapat juga melihat hampir seluruh kota Sumenep, karena posisinya yang tepat berada di bukit sebelah kota Sumenep, sangat memungkinkan bagi pengunjung untuk melihat Sumenep dari dataran tinggi.
- Menikmati Atmosphere Jawa, China hingga Eropa di Sumenep.
Mau menikmati indahnya atmosphere jalan-jalan melintasi Jawa, China hingga Eropa? Jika iya, tentu jawabannya Sumenep. Ada Keraton yang terletak tepat di sebelah timur Alun-Alun kota sumenep, Labang Mesem yang masih berada di satu komplek yang sama dan Masjid Agung yang arsitekturnya masih terjaga dengan sangat baik.
- Dari Pesantren ke Pesantren.
Mayoritas penduduk di Madura beragama Islam. karenanya tidak mengherankan jika pergi ke pulau yang jamak dikenal dengan sebutan Pulau Garam ini dapat dengan mudah kita temukan pusat pendidikan berbasis agama islam seperti halnya Pesantren. Dari yang salaf, moderen hingga perpaduan dari keduanya juga banyak. Oleh karena itu, jika suatu saat anda sempat ke Sumenep, jangan lupa untuk menyempatkan diri bertandang ke pesantren-pesantren. Ada Pondok Pesantren Banyuanyar di Pamekasan, Pondok Pesantren Mambaul Hikmah, Al Amien dan An-Nuqayah yang ketiganya berada di kabupaten Sumenep maupun pesantren-pesantren lainnya yang juga menarik.
3. Kuliner.
Di antara banyaknya jenis wisata yang dapat dinikmati ketika anda menjejakkan kaki di kota Sumenep yang hingga saat ini tidak banyak orang tau adalah kulinernya. Hal ini wajar, karena mungkin kebanyakan lidah orang Madura dengan orang luar lainnya memang berbeda, ini mungkin yang kemudian menjadi alasan banyaknya masyarakat yang awam terhadap wisata kuliner Madura. namun bukankah niat kita berwisata ke tempat lain tidak memiliki motivasi lain selain karena kita ingin tahu keunikan daerah tersebut, termasuk makanannya juga, bukan?
Saya katakan, tidak sempurna wisata anda ke Madura jika belum menikmati makanan-makanannya yang tidak kalah nikmat. Salah tiga diantaranya adalah
- Kaldu.
Kaldu di Madura berbeda sama sekali dengan kaldu kebanyakan yang ada di luar Madura. Bahan utamanya adalah Kacang Ijo yang dimasak sama persis dengan Bubur Kacang Ijo hanya saja rasanya asin dengan beberapa bantuan bumbu dan rempah-rempah untuk membuat rasanya lebih gurih. Disamping itu juga, kaldu biasanya di dioleh dengan tambahan daging atau kikil sapi sehingga aroma dagingnya sangat kental terasa.
Bagi masyarakat luar yang kadung mengenal bubur kacang ijo khas madura dengan rasa manis, tentu akan merasa asing dan aneh jika kemudian merasakan kaldu yang satu ini, tapi tidak ada salahnya kan mencoba? Jika anda sudah dapat merasakan bagaimana sensasi nikmatnya kaldu madura, saya yakin anda akan teringat terus ke Madura.
- Sate Lalat.
Siapa yang bisa membayangkan makan lalat dibakar? Tentu tak seorangpun mau, jangankan memakan hewan yang akrab dengan bakteri dan kuman ini, membayangkannya pun saya yakin tidak berani, tapi tenang saja, karena “Lalat” disini hanya istilah yang diperuntukkan bagi daging (biasanya ayam) yang dipotong kecil-kecil seperti lalat dan dibakar sama persis seperti sate. Secara umum, rasanya memang tidak berbeda jauh dengan sate lainnya, hanya saja karena sate lalat dipotongnya lebih kecil dan bumbunya lebih meresap kedalam sehingga rasanya lebih berasa.
- Nasi Jagung.
Banyak orang yang mengejek orang Madura karena sebagian masyarakatnya menggunakan Jagung sebagai makanan pokoknya. Alasannya karena jagung itu hanya cocok sebagai pakan burung. Tapi tidak ada salahnya mencoba makanan yang satu ini, terlebih bagi wisatawan yang sudah sampai di Madura.
Jika anda sampai di kota Sumenep pada siang hari, maka sempatkanlah untuk berbelanja di Pasar Anom sumenep, tepatnya di jalan trunojoyo, lalu masuk ke sisi selatan pasar, di sana anda akan dengan mudah menemukan nasi jagung khas madura ini. disamping rasanya enak, ini juga baik untuk kesehatan, karena sebagian besar bahannya menggunakan sayur-sayuran yang masih segar dan bumbu ikan tongkolnya yang khas, sambalnya yang pas, pokoknya rasanya nendang. Wajib dicoba jika anda datang ke Madura.
Nah, manarik bukan pulau Madura? Makanya jika datang ke Madura,jangan pernah lupa untuk mampir ke kota Sumenep, agar bisa menikmati, pesona madura yang sesungguhnya, jangan hanya sampai di Suramadu, karena itu sama saja anda menikmati buah durian hanya dari aromanya saja, sementara dagingnya, anda buang begitu saja, mubadzir kan?
Keterangan:
- Ongkos dari Surabaya ke kota Sumenep dengan Bis Ekonomi Rp. 35.000, AC 45.000
- Harga Sate lalat Rp. 7000/Porsi
- Harga Nasi Jagung Rp. 5000/Porsi.
- Kaldu berkisar Rp 5000-15.000/porsi tergantung dengan bahan yang ada di dalamnya, Daging atau Kikil Sapi.

About Me

Foto saya
Care Calm n' Comfortable

Pembaca Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

Follow us on FaceBook

 

© 2013 wellcome to saxera's zone. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top