Mengisi liburan
semester kali ini, pilihan saya jatuh ke Kota Gudeg, Jogjakarta. Alasannya
simple, ‘ingin berwisata murah’, dari makanan, transportasi serta oleh-olehnya,
lebih dari itu karena saya memiliki teman yang siap menampung saya selama
berlibur. Tiket pulang pergi Bandung-Pekanbaru-Bandung dan
Surabaya-Denpasar-Surabaya dari Airasia sengaja saya biarkan hangus karena
alasan ingin mencari alternative liburan yang jauh lebih murah lagi.
Senin, 28 January 2013,
saya akhirnya berangkat ke Jogja dengan menggunakan Kereta Ekonomi rute Pasar
Senen – Lempuyangan dengan harga 35.000 saja—murah bukan?— dan sampai di Jogja
keesokan harinya. Meski sendirian, namun saya cukup menikmati perjalanan
tersebut, sebab setiap berhenti di stasiun tertentu, saya disuguhkan dengan
arsitektur stasiun kereta yang cantik dan bernuansa eropa.
Sampai di Jogja, saya
langsung disambut dengan atmosphere unik
yang sukar saya temukan di Jakarta seperti jalanan yang bebas macet, beragam
jenis adv yang cukup eye catching serta yang paling penting
adalah jajanan yang tersebar dari tepian jalan, ruko, komplek hingga Mall yang kesemuanya terlihat sangat menarik
untuk dicicipi serta tentu saja Factory
Outlet yang, ya ampuuuunnn, bikin saya nyesel pernah masuk!
Bicara tentang makanan,
saya pikir, Jogja memang surga makanan. Saya katakan demikian karena selama
beberapa hari di kota ini, saya mendapati banyaknya jajanan dan makanan yang
enak-enak, pilihan yang beragam serta murah banget—compared to Jakarta loh ya!—hal tersebut masih ditambah dengan
dekorasi toko yang unik dan menarik untuk disinggahi. Tidak hanya berhenti di
situ saja, fasilitas free Wifi yang
disediakan di hampir semua tempat makan dan cafe, menjadikannya cozy dan
membuat para pengunjung betah untuk lama-lama berada di tempat tersebut.
Salah satu tempat makan
lainnya yang saya samperin dan tergolong unik adalah the House of Raminten. Well,
saya setuju bahwa tempat makan tersebut memang unik, keunikan yang bikin saya
tidak betah berlama-lama di dalamnya, dan penyebabnya tidak lain kecuali aroma
kembang tujuh rupa yang menyerbak dari segala penjuru. Mungkin bagi sebagian
besar aroma tersebut tidak ada masalah, bahkan mungkin cukup relaxing, tapi
tidak bagi saya yang menilainya seperti lagi makan di pekuburan atau tempat
angker, belum lagi suasana lampunya yang temaram, duh! Yet, semua itu nyatanya tidak menganggu selera makan saya,
ayam bakar dan ice cream bakarnya cukup menggugah selera, terlebih harganya
yang,,, hmh,,, murah! J
Bagaimana dengan shopping
paradise? Well, awalnya saya underestimate
terhadap jogja. Iyalah, itu kan kota kecil, means, ZARA, Pull and Bear, Top
Man, Mooks, Prada, LV etc udah pasti gak ada, buat para shopaholic, Jogja isn’t
the exact right place buat belanja. Iya itu awalnya, sebelum akhirnya temen
saya, pas hari pertama—pula—ngajakin saya ke salah satu factory outlet tak jauh
dari pusat kota. Tempatnya yang nyaman, pilihan yang banyak, unyu-unyu, serta
harga yang superb terjangkau hanyalah
sekelumit hal yang bisa memanjakan mata anda yang gila belanja. Well, setelah ambil beberapa barang dan
bayar ke kasir, sesal saya bukan kepalang, sebab yang terlintas dalam benak
saya setelahnya adalah, “TIGHTEN YOUR
SEATBELT!” with CAPS, means, saya
harus puasa karena uang yang aturan saya pakai untuk ‘menyambung
hidup’—sengsara banget sih gw—udah menipis sejak hari pertama karena FO
brengsek itu! argh!
Selain kedua hal
tersebut di atas, belum pas rasanya jika membicarakan Jogja tanpa menyinggung
kebudayaannya. iya, kebudayaannya! sekali lagi, kebudayaannya!! selama kurang
lebih 1 minggu menjelajahi sudut-sudut kota tersebut, membuat saya, yang
dulunya suka sensi—atau syirik—pas denger label ISTIMEWA pada I di akronim DIY,
memafhumi labelitas tersebut, iya, jogja itu istimewa. Masyarakatnya yang
ramah, kebudayaannya yang Alhamdulillah masih terjaga dengan cukup baik, serta
lingkungannya yang sangat mendukung hanyalah salah tiganya.
Lastly,
banyak orang yang bilang Jogja itu ngangenin, dan ember, jogja agaknya memang diciptakan untuk menebar virus “Jogja Fever”. Jadi pengen ke Jogja lagi,
pengen makan-makan lagi, pengen menyusuri sudut demi sudut kota dan
perkampungannya lagi, dan yang pasti, pengen menyusahi temen saya lagi, bahagia
gitu rasanya bersenang-senang di atas penderitaan teman sendiri yang harus
mengantarkan saya kemana-mana dan mengabulkan permintaan saya yang banyakan gak
masuk akalnya. Thanks Hamli,,, XOXO.