Kamis, 30 Mei 2013

Ayolah, Madura Tuh Bukan Hanya Suramadu

Madura, mendengar namanya, pasti yang akan terbetik dalam benak setiap orang adalah; suhu udaranya yang panas, tanahnya yang gersang dan tentu saja jembatan gagah Suramadu yang menghubungkan antara Surabaya dan Madura, selebihnya? Tidak ada! Tidak ada tempat menarik untuk didatangi, makanannya juga biasa-biasa saja bahkan tidak ada yang mampu mengundang selera, palingan Sate yang sudah dapat dengan mudah ditemukan di daerah-daerah lainnya. Tapi apa benar demikian?
Sebagai orang Madura asli yang sejak kecil tinggal dan besar di Sumenep, kota kecil yang disebut-sebut sebagai Solo-nya Madura karena keramahan sikap dan kehalusan tutur kata masyarakatnya tentu saya akan katakan tidak setuju dengan anggapan tersebut. Karena sejatinya Madura, khususnya kabupaten Sumenep menyimpan beragam hal unik dan menarik serta tentu saja berbeda dengan kota-kota lainnya di Indonesia, entah wisata kuliner, budaya maupun alamnya. Hanya saja keunikan tersebut belum banyak diketahui oleh masyarakat luas. Kalaupun tau, itupun hanya sebatas informasi dari mulut kemulut, maka menjadi hal wajar jika kemudian masyarakat luar hanya mengenal Madura dengan Suramadu dan Kerapan Sapinya.
Karenanya di tulisan ini, saya buat untuk memberikan pandangan dan pengetahuan berbeda dari kebanyakan informasi lain yang sudah terlanjur biasa saja. Yuk kita telusuri satu persatu!
1. Wisata Alam.
Pantai Salopeng dan pantai Lombang merupakan salah dua pantai yang paling banyak dikenal masyarakat melalui pepohonan kelapa yang banyak menjejal rapih di pesisir pantai Salopeng maupun putihnya pasir yang menghampar luas dan pohon cemara di pesisir pantai Lombang, karena dua pantai ini memang sering diliput oleh beberapa media, baik cetak maupun elektronik, lokal maupun elektronik.
Namun, tahukah anda bahwa di kabupaten Sumenep masih memiliki keistimewaan lain yang jauh lebih menarik daripada kedua pantai tersebut? Jika belum, maka ada baiknya anda datang ke Sumenep lagi dan sempatkan untuk bertandang ke pulau Gili Balak yang terletak tak jauh dari pelabuhan Kalianget, salah satu kecamatan terbesar di Sumenep yang menjadi pusat pelabuhan terbesar di utara Madura yang menghubungkan dengan berbagai pulau kecil di kabupaten Sumenep bahkan Jawa sekalipun, untuk merasakan nikmatnya ber-snorkling dengan suguhan ragam biota laut dan warna-warni terumbu karang yang sebagian besar masih “perawan” serta terjaga dengan baik karena di samping proses memancing mereka masih menggunakan cara yang manual, jumlah masyarakat di pulau Gilibalak masih dapat dihitung dengan jari.
Bisa dibayangkan bukan nikmatnya snorkling tanpa banyak yang mengganggu? Untuk menikmati wisata yang satu ini, anda cukup melakukan perjalanan air selama 1,5 jam dari pelabuhan Kalianget ke pulau Gili Balak.
2. Ziarah dan Sejarah.
Seperti kebanyakan kota-kota lain di Indonesia, khususnya Jawa, Madura juga memiliki wisata ziarah ke pasarean (makam) yang tidak kalah menarik. Begitupun catatan sejarahnya.
- Dari Pasarean ke Pasarean.
Bagi yang gemar melakukan wisata ziarah, tidak ada salahnya anda datang ke pasarean-pasarean di Sumenep. Diantaranya adalah Makam Syaid Yusuf yang terletak di pulau Talango, maupun Asta Tinggi yang berada tepat di bukit sebelah barat kota Sumenep.
Untuk sampai ke pasarean Sayid Yusuf, anda hanya cukup menyebrang selama kurang lebih 15 menit dari pelabuhan Kalianget ke pulau Talango dengan ongkos kisaran Rp. 1.300 perorang, dan tentu saja jaminan tanpa macet maupun antre.
Sementara untuk ke Asta Tinggi, tempat pasarean Raja-raja ini anda cukup ke kota Sumenep, dan hanya dalam hitungan detik anda sudah bisa sampai ke tempat tersebut, karena posisinya yang terletak tepat di kota Sumenep. Disamping melakukan wisata ziarah, pengunjung dapat juga melihat hampir seluruh kota Sumenep, karena posisinya yang tepat berada di bukit sebelah kota Sumenep, sangat memungkinkan bagi pengunjung untuk melihat Sumenep dari dataran tinggi.
- Menikmati Atmosphere Jawa, China hingga Eropa di Sumenep.
Mau menikmati indahnya atmosphere jalan-jalan melintasi Jawa, China hingga Eropa? Jika iya, tentu jawabannya Sumenep. Ada Keraton yang terletak tepat di sebelah timur Alun-Alun kota sumenep, Labang Mesem yang masih berada di satu komplek yang sama dan Masjid Agung yang arsitekturnya masih terjaga dengan sangat baik.
- Dari Pesantren ke Pesantren.
Mayoritas penduduk di Madura beragama Islam. karenanya tidak mengherankan jika pergi ke pulau yang jamak dikenal dengan sebutan Pulau Garam ini dapat dengan mudah kita temukan pusat pendidikan berbasis agama islam seperti halnya Pesantren. Dari yang salaf, moderen hingga perpaduan dari keduanya juga banyak. Oleh karena itu, jika suatu saat anda sempat ke Sumenep, jangan lupa untuk menyempatkan diri bertandang ke pesantren-pesantren. Ada Pondok Pesantren Banyuanyar di Pamekasan, Pondok Pesantren Mambaul Hikmah, Al Amien dan An-Nuqayah yang ketiganya berada di kabupaten Sumenep maupun pesantren-pesantren lainnya yang juga menarik.
3. Kuliner.
Di antara banyaknya jenis wisata yang dapat dinikmati ketika anda menjejakkan kaki di kota Sumenep yang hingga saat ini tidak banyak orang tau adalah kulinernya. Hal ini wajar, karena mungkin kebanyakan lidah orang Madura dengan orang luar lainnya memang berbeda, ini mungkin yang kemudian menjadi alasan banyaknya masyarakat yang awam terhadap wisata kuliner Madura. namun bukankah niat kita berwisata ke tempat lain tidak memiliki motivasi lain selain karena kita ingin tahu keunikan daerah tersebut, termasuk makanannya juga, bukan?
Saya katakan, tidak sempurna wisata anda ke Madura jika belum menikmati makanan-makanannya yang tidak kalah nikmat. Salah tiga diantaranya adalah
- Kaldu.
Kaldu di Madura berbeda sama sekali dengan kaldu kebanyakan yang ada di luar Madura. Bahan utamanya adalah Kacang Ijo yang dimasak sama persis dengan Bubur Kacang Ijo hanya saja rasanya asin dengan beberapa bantuan bumbu dan rempah-rempah untuk membuat rasanya lebih gurih. Disamping itu juga, kaldu biasanya di dioleh dengan tambahan daging atau kikil sapi sehingga aroma dagingnya sangat kental terasa.
Bagi masyarakat luar yang kadung mengenal bubur kacang ijo khas madura dengan rasa manis, tentu akan merasa asing dan aneh jika kemudian merasakan kaldu yang satu ini, tapi tidak ada salahnya kan mencoba? Jika anda sudah dapat merasakan bagaimana sensasi nikmatnya kaldu madura, saya yakin anda akan teringat terus ke Madura.
- Sate Lalat.
Siapa yang bisa membayangkan makan lalat dibakar? Tentu tak seorangpun mau, jangankan memakan hewan yang akrab dengan bakteri dan kuman ini, membayangkannya pun saya yakin tidak berani, tapi tenang saja, karena “Lalat” disini hanya istilah yang diperuntukkan bagi daging (biasanya ayam) yang dipotong kecil-kecil seperti lalat dan dibakar sama persis seperti sate. Secara umum, rasanya memang tidak berbeda jauh dengan sate lainnya, hanya saja karena sate lalat dipotongnya lebih kecil dan bumbunya lebih meresap kedalam sehingga rasanya lebih berasa.
- Nasi Jagung.
Banyak orang yang mengejek orang Madura karena sebagian masyarakatnya menggunakan Jagung sebagai makanan pokoknya. Alasannya karena jagung itu hanya cocok sebagai pakan burung. Tapi tidak ada salahnya mencoba makanan yang satu ini, terlebih bagi wisatawan yang sudah sampai di Madura.
Jika anda sampai di kota Sumenep pada siang hari, maka sempatkanlah untuk berbelanja di Pasar Anom sumenep, tepatnya di jalan trunojoyo, lalu masuk ke sisi selatan pasar, di sana anda akan dengan mudah menemukan nasi jagung khas madura ini. disamping rasanya enak, ini juga baik untuk kesehatan, karena sebagian besar bahannya menggunakan sayur-sayuran yang masih segar dan bumbu ikan tongkolnya yang khas, sambalnya yang pas, pokoknya rasanya nendang. Wajib dicoba jika anda datang ke Madura.
Nah, manarik bukan pulau Madura? Makanya jika datang ke Madura,jangan pernah lupa untuk mampir ke kota Sumenep, agar bisa menikmati, pesona madura yang sesungguhnya, jangan hanya sampai di Suramadu, karena itu sama saja anda menikmati buah durian hanya dari aromanya saja, sementara dagingnya, anda buang begitu saja, mubadzir kan?
Keterangan:
- Ongkos dari Surabaya ke kota Sumenep dengan Bis Ekonomi Rp. 35.000, AC 45.000
- Harga Sate lalat Rp. 7000/Porsi
- Harga Nasi Jagung Rp. 5000/Porsi.
- Kaldu berkisar Rp 5000-15.000/porsi tergantung dengan bahan yang ada di dalamnya, Daging atau Kikil Sapi.

Rabu, 22 Mei 2013

Islam, Muslim dan Gender



03 Januari 2013 kemaren, saya diberikan kepercayaan untuk berbicara di sebuah forum mahasiswa dengan teman “Problematika Gender dalam Islam” di Universitas Muhammadiyah Jakarta, yang dihelat oleh BEM Universitas tersebut.
Sejenak saya mengernyitkan dahi saat pertamakali saya mendapati tema tersebut tertulis di Surat Undangan sembari bertanya pada diri saya sendiri, “Memang Islam memiliki masalah dengan Gender tah?”. Pertanyaan tersebut masih menggugu dalam benak saya hingga kemudian saya berada di ruang acara.
Seperti biasa, sebelum memulai presentasi, saya biasanya mengawali dengan candaan dan gurauan serta memberikan pemaparan singkat terkait dengan definisi Gender serta unsur-unsur lain di dalamnya. Tak lupa saya paparkan tentang Feminisme dan Emansipasi yang menjadi bagian tak terpisahkan dari Gender itu sendiri.
Salah satu moment menarik bagi saya pribadi adalah saat hampir memasuki closing, saya memberikan tiga pertanyaan mendasar. Pertama, apakah teman-teman tau jenis kelamin Tuhan? Ruangan tiba-tiba senyap. Tak ada seorangpun yang menjawab pertanyaan tersebut. Kedua, apakah teman-teman tau jenis kelamin Malaikat? Tidak berbeda dengan respon semula, teman-teman Mahasiswa memilih untuk tidak menjawab pertanyaan saya. Dan pertanyaan terakhir adalah, apakah teman-teman tau apa jenis kelamin Bidadari? Nah, di pertanyaan yang ketiga ini sudah mulai ada yang angkat bicara, “Wanita!” dan diikuti dengan tawa ungkapan “Huuuuuu” yang notabene dimotori oleh peserta wanita, “Duh, masak ntar gw jadian sama cewek sih?”, celetuk salah seorang diantaranya.
Well, sejauh saya mempelajari Islam, dari Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah yang kesemuanya hampir saya selesaikan di Pesantren, hingga kini saya belajar Universitas Islam Negeri Jakarta, tidak pernah sekalipun saya mendapati sebuah penjelasan terkait dengan jenis kelamin tersebut—apa mungkin karena saya jarang baca buku?—dan kalaupun ada, itu hanya sebatas mension bahwa Tuhan itu tidak berkelamin seperti manusia yang dikotakkan antara laki-laki dan perempuan, begitupun dengan malaikat, yang ada hanya penjelasan bahwa Malaikat itu adalah sosok yang tidak memiliki Hawa Nafsu yang kemudian, identitas ini menjadi pembeda dengan manusia.
Terkait dengan jenis kelamin Bidadari dan celetuk beberapa teman-teman di ruangan acara, saya pikir, itu hanyalah ungkapan yang hadir sebagai implikasi dari kesalahan pemahaman di masyarakat yang cenderung membayangkan serta mempercayai bahwa bidadari itu sebagai sesuatu yang cantik, anggun, lembut dengan mata yang indah. Lebih dari itu—jika tidak mau dikatakan ‘lebih buruk lagi’—kondisi ini masih diperparah dengan visualisasi di beberapa film dan sinetron tanah air yang memberikan pengejawantahan Bidadari itu dengan sosok “Perempuan”. Hal ini pada gilirannya berimplikasi pada pemahaman masyarakat bahwa yang namanya bidadari itu adalah Perempuan.
Lepas dari itu semua, bagi saya pribadi, tidak disebutkannya Kelamin Tuhan, Malaikat dan Bidadari dalam Al Quran dan Al Hadist secara komprehensif itu seharusnya memberikan kita satu pemahaman, bahwa “Islam”, sebagai ‘agama modern’, tidaklah mempersoalkan jenis kelamin dalam segala aspek yang termasuk di dalamnya antara lain Sosial, Ekonomi, Hukum serta semua aspek dalam Kebudayaan. Terkait dengan beragam persoalan yang kerap menimpa banyak Muslimah di berbagai tempat dan Negara, saya pikir, itu hanyalah persoalan “domestik” yang menyangkut kondisi Socio-Cultural dan ‘Muslim’ yang bersangkutan, dan, bukan Islam itu sendiri.
Kompleksitas dan diversitas problematika di banyak Negara seperti Afghanistan, Pakistan serta tentu Arab Saudi yang kerap memperlakukan wanita tak ubahnya ‘barang mati’ adalah sekelumit contoh serta alasan mengapa saya menyebutnya sebagai persoalan domestic yang erat kaitannya dengan kondisi socio-cultural-nya.
Akhirnya kita sampai pada satu kesimpulan, bahwa menurut saya pribadi, Gender dan Islam tidak memiliki persoalan. Yang kerap menjadikannya persoalan serta sering mempersoalkan adalah Muslim itu sendiri. Mengutip istilah Elizabeth Cady, “Status wanita adalah ukuran kemajuan dan peradaban suatu masyarakat. Posisi wanita tidak ditentukan oleh Tuhan atau Alam, tapi oleh masyarakatnya”, dan Islam telah menjawabnya.

About Me

Foto saya
Care Calm n' Comfortable

Pembaca Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

Follow us on FaceBook

 

© 2013 wellcome to saxera's zone. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top