Selasa, 09 Maret 2010

A Bit About Bone

00.00 am jemarum menggunduk.
Dan hal yang benar-benar ia takutkan namun sangat diharapkannya sejak dulu, terjadi juga. Tiga jam lamanya, sejak jam Sembilan Malam tadi, matanya tak dapat terpejam lelap, padahal kantuk sudah menderu, selaksa hempas ombak di bibir pantai selatan.

Lama ia tatapi sesosok tubuh yang tertidur lelap di sampingnya. Ada udara halus yang mendesir saat ia dengar deru nafasnya, ada debar saat ia menghirup perfume yang sangat ia kenal itu, dan ada senang takut dan malu yang berkecamuk laksana ‘Catherine’, melumat semua hal dihadapannya tanpa sisa sama sekali saat mata hidung bibir dan seluruh raga sosok yang kerap mengisi mimpi-mimpinya ada di hadapan hanya dalam raduis centimeter. Dan ini nyata sama sekali.

Kamar berukuran empat kali empat itu terasa lebih pengap dari sebelumnya. Padahal tiga jendela sudah dibukanya, dan satu kipas sudah berdri mengangini ruangan temaram itu. Beberapa saat lamanya ia menutup mata, berharap malam ini tak sepanjang dugaan awal. Agar cerah dan hangat esok pagi dapat sesegera ia nikmati.

01.00 am, Ia masih terjaga.

Sekelebat cerita lama kembali mengiang diingatannya. Ia masih ingat ketika pertamakali bertemu dan langsung merasakan atmosphere berbeda, berbeda dengan rasa yang menghampirinya saat ia berpapasan dengan orang lain.

Pertemuan itu seakan menjadi start dimana Ia kembali tersiksa oleh belenggu cinta yang ia rajut sendiri. Maka jika rembulan kembali bertandang di atas rindang pohon mangga, ia kembali menelisik lewat jendela, “Jendela Cinta Sunyi” ia menyebutnya. Sebab melalui jendela itu ia bisa benar-benar melihat sosok yang diinginkannya.

Maka senasib dengan Jendela Cinta Sunyi-nya, cintanya tetap terpendam hingga saat ini, hingga menit dan detik ini. Tak pernah ada kata kasih sayang pun cinta, hanya sekedar “apa kabar” dan “lagi di mana” yang dikirim melalui layanan short message service, kalimat biasa namun berarti sekali baginya.

02.00 am, semakin tak bisa tidur.

Perasaan itu hanya membuatnya gila. Ia tersiksa dengan cinta yang dibelenggu, terlebih dengan kondisi yang sekarang. Ya My God...!!! dan ia benar-benar tersiksa, lebih tersiksa dari mimpi sundel bolong  saat ia kecil, pun ketika tengah menunggu giliran untuk disunat di puskesmas desanya. Namun harus ia akui, bahwa semua ini serasa nikmat rasanya. Sebuah nikmat yang—mungkin—hanya dia saja yang merasakannya. Huffthhh...!!!

“insomnia akut!!!”, gerutunya pelan. Dibekapnya bantal biru bermotiv liris hijau muda itu.

03.00. diambilnya comunicator 9300inya.

Sesegera dibukanya dan :

Alexa Avenue, 14 February 2010

A bit ‘bout: tergelak saat ingatan kembali menggiring bayang manis aroma desah nafasnya di temaram lampu dan memorinya... bahwa ia temanku, bahwa gelarnya sama denganku, bahwa ia bawahan sekaligus partnerku.

Di situasi kondisi dan posisi remang itu, kucuba mengeja, tentang apa yang diperbuatnya, tentang tingkah lakunya yang menjelma selaksa kuas menari di atas kanvas, tentang sikap dan sifatnya yang tak ubah jejuta gurat sketsa tak beralas... aku linglung dibuatnya, tak mengerti akan sikapnya. Namun yang pasti, aku sayang padanya...

Sungguh...

Lalu..

“Kamu masih belum tidur?”, bertanya ia setelah memergokiku menatapnya.

.../?@!#%

About Me

Foto saya
Care Calm n' Comfortable

Pembaca Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

Follow us on FaceBook

 

© 2013 wellcome to saxera's zone. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top